Sunday, April 22, 2007
Punten Kang, Tidak Berhasil
Perjuangan mempertahankan bahasa sunda kameumeut tidak cukup dengan hanya mengandalkan bicara ke orang-orang tapi juga dengan menunjukkan jati diri ka-sunda-an. Itu juga yang saya coba lakukan di sini terlebih di bulan-bulan awal perjalanan hidup saya di tanah mamang Sam ini.
Biar kata pakar peribahasa dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, terus terang saya mah agak berbeda pendapat buat menerapkannya untuk soal yang satu ini yaitu urusan patuangan, alias beuteung, alias tummy or kadaharan. Kalau masalahnya cuma karena harus makan nasi terus itu sih lumrah bagi para pendatang semacam saya ini yang memang dalam sejarahnya nasi itu makanan pokok dan benar-benar pokok karena lauk pauk mah hanya hiasan dipiring. Saya masih ingat bagaimana nasi sepiring penuh nyembul sampai mirip gunung tangkuban parahu cuma dihias telor asin yang terpaksa dibagi empat. Kebayang khan komposisinya seperti apa dan karena itu juga biasanya si telor seperempat bagian itu masih utuh sampai nasi mau habis dan orang jawa bilang bisa digado tuh telornya.....
Sebenarnya saya agak sungkan cerita soal yang satu ini soalnya tidak semua orang sependapat bahwa makanan yang satu ini luar biasa punya pengaruhnya bagi mereka para penggemarnya termasuk saya ini. Kalau dibanding-bandingkan kasusnya mungkin agak mirip dengan buah duren, yang katanya rasa & baunya ruarr biasa nikmat dan harumnya tapi buat beberapa yang kebetulan lidah dan hidungnya tidak bersahabat katanya bau jurig, lieur....
Biar tidak panjang-panjang saya terus terang saja bahwa saya penggemar ati maung, alias jengkol alias jariang kata orang Pekanbaru beberapa waktu lalu. Saking saya itu penggemar berat, sesampainya di negeri mang Sam, kerinduan pada yang satu ini semakin menggebu sampai-sampai beberapa strategi pernah dimainkan untuk memuluskan jalan mendapatkan si ati maung ini.
Hari itu telpon saya berbunyi dan terdengarlah suara sekuriti menyapa saya dari ujung sana. Ternyata mereka sedang meeting untuk memutuskan nasib paket yang dikirim kepada saya. "Sir, it's like a fruit?" saya jawab saja sekenanya: Oh, Fruit? Of course... terus mereka melanjutkan:" but it's melted and its smell, I don't think you will agree with us if we deliver it to you..." Saya cepet mikir dan baru inget bahwa sobat saya ada yang begitu berbelas asih buat ngirimin ini dan saya yakin si ati maung teh udah berlayar rada lamaan nih , maka saya pun putuskan bicara begini: I think you can just cancel this delivery and put them on trash..." padahal teu kabayang pan tah maranehna lieur ku smell-na....
Beberapa bulan berikutnya sahabat saya yang lain berkunjung ke apartemen karena kebetulan sedang ada dinas. Kita ngalor-ngidul cerita sampai akhirnya si sahabat saya curhat:" Punten Kang, tidak berhasil, padahal udah sampai di US, udah naik pesawat, lewat pemeriksaan di cengkareng semua aman, ...... eeeh eta tah pas dibuka sekuriti di San Francisco ati maung yang tadinya mulus, ada yang nongol keluar dari lubang (ulet kecil) pakai acara lompat lagi, ya akhirnya dengan berat hati saya serahkan semuanya...... (Saya jadi mikir kenapa di Cengkareng mah si ulet teh takut nongol soalna pan sekuritinya juga bisa jadi para penggemar ati maung)
Saturday, April 14, 2007
Si Adam! Si Adam!
Perjuangan saya di level perbahasaan belumlah berakhir dalam dua tahun saya tinggal di nagari mang sam (padalah nu aya oge bang sam, tukang sop kambing di jalan ABC/banceuy bandung).
Biar tidak lupa (maklum lah sok rada-rada), saya mau cerita kejadian yang agak mutakhir alias cerita kekinian antara saya dan putri saya yang sebentar lagi mau menginjak empat belas tahun (?) maksudnya rasanya dia sudah mau empat belas tahun padahal baru mo empat tahun. Saya tidak mau cerita dia seperti apa, maklum istri saya punya hak patent untuk publikasi si putri tercinta ini.
Saya punya cita-cita luhur membudidayakan bahasa sunda dimanapun saya berada, di tasik jangan ditanya, di sumatra teman-teman minang saya memanggil saya dengan kakang plus abah yang merasa dekat dan coba-coba pakai bunyi-bunyi yang mirip seperti keluar dari mulut saya ini, temen-temen yang jawa pun demikian tak kalah motivasinya walaupun kadang keluar dengan bunyi yang menurut undak usuk basa (tata bahasa) mestinya dipakai untuk bicara sambil emosi atau saat bicara dengan mereka yang tinggal di zoo belakang ITB. Tak apalah buat saya yang penting tugas mulia terlaksana. Nah gara-gara sikap begini pula sampai dua tahun ini saya harus masih menghadapi ebtanas.
Sekarang ini saya menggunakan bahasa Indonesia, Inggris dan tentu saja bahasa kemeumeut, Sunda, di rumah. Begini kira-kira bunyi-bunyi di rumah saya terkait hal yang satu ini; kalau anak saya minta ditemenin cuci-cuci setelah "pup": "Neng, flush dulu, sok atuh pan sudah big girl, tah pake tangan yang kiri, sing beresih biar sehat." Di lain hari saya ingat waktu anak saya mulai menggunakan bahasa Inggris, anak saya laporan: Daddy, Mommy, Neng ngacay (ngeces) on the bed! Dan nama saya pun mulai berubah jadi cep dedi sejak saat itu, padahal saya sih lebih seneng dipanggil ayah saja. Untuk yang satu ini putri saya cukup kooperatif, jadi cep dedi hanya datang sesekali saja.
Hari itu kita jalan-jalan, putri saya memang luar biasa keinginan bicaranya, apalagi saat ini obrolan pake bahasa pamannya si tukang sop kambing ini lebih kental. Saya pun tetap bertekad tidak kehilangan misi saya untuk melanjutkan generasi kesundaan ke putri saya, sampai saya dengar anak saya bicara seperti ini: Ayah,..... Si Adam!, Ayah.... Si Adam! Saya segera menyahut mengingat misi ini: Neng, itu Adam jangan pake Si, jadi adam saja ya pakai bahasa yang halus kalau panggil nama orang! Tiba-tiba istri dan putri saya nyahut: Ayah, tadi maksudnya Neng tuh: Ayah, see Adam, see Adam! sambil nunjukkin saya ke grocery store berjudul ADAM Halal Meat tempat kita biasa membeli daging. Cep Dedi hanya bisa senyam-senyum saja.
Sunday, April 8, 2007
Haw da ya naw dis gas???
Saya berangkat ke US Mei 2005 dengan menggunakan pesawat Singapore Airlines (SQ). Penerbangan dari bandara Soekarno Hatta di Jakarta menuju Singapore pukul 9.45. Dilanjutkan ke San Fransisco melalui Hongkong pukul 17.00 dengan berganti pesawat. Ujian bahasa tahap pertama sudah dimulai selagi di pesawat tapi yang ini mah lebih bisa ditangani pan para kru pesawat pun orang asia, jadi saya pede pake english-sundanesse, dan para kru pun pede dengan english-singaporean-na.
Kami tiba di san Fransisco pukul 20.30 sebagai penerbangan internasional terakhir malam itu. Kami kemudian antri untuk pemeriksaan imigrasi. Istri dan anak saya sudah mendapatkan cap yang menandakan mereka dizinkan masuk ke US sementara saya harus melapor ke bagian lain. Oow! tahap ujian bahasa berikutnya akan segera berlangsung, beruntung yang wawancara asalnya dari china/korea? jadinya saya dan si petugas pede ngomong inggris dengan logat masing-masing. Sesampainya di hotel dan keesokan harinya, istri saya sih masih terlepas dari uji bahasa ini. Katanya teh, syukur, syukur.... Ternyata perkiraan istri saya meleset.
Tiba di bandara San Francisco besok harinya untuk perjalanan ke Houston, antriannya lumayan panjaaang dan selidik punya selidik security checknya ternyata yang ketat. Tibalah giliran saya dan keluarga untuk lewati pemeriksaan sekuriti ini dan kemudian munculah suara seperti ini ditelinga kami: "Haw da ya naw dis gas??? Haw da ya nauw dis gas??? eeh rupanya si petugas melirik dan bertanya ke istri saya. Istri saya melirik ke saya dan menanyakan suara apa itu (maksudnya nanya apa tuh si petugas?) dan saya hanya molohok saja .... Lagi-lagi kedenger: "Haw da ya naw dis gas??? dan setelah petugas yang lain ngomong muncullah lagi suara lain: la grretaa estera huno ma uno afresko (maksudnya kita makin bingung)????? hampir saja saya dan istri dibuatnya semaput karena saya pikir cuma bahasa inggris yang dipake di US ternyata pake bahasa planet lain (katanya sih spanish).... Dan akhirnya saya denger lagi bahasa inggris: " Mam, Sir, please go...." runpanya mereka menyerah dan kita cuman nyengir-nyengir kagak ngerti dan tentu saja bahagia bisa lepas dari situ!
Tiga empat langkah dari situ kepala saya mutar-mutar (berpikir ceritanya) sampai akhirnya bisikin ke istri saya: "Bunda, kayaknya mereka nanya ini deh: " How do you know this guys?" Soalnya last name saya, istri dan anak pan beda-beda pasti maranehna teh curiga istri jeung budak dapet nemu di jalan .... bae lah!
Saturday, April 7, 2007
Si “Sunda” ke Amerika Serikat!
Sebenarnya kalau sampai mimpi sih tidak tapi saya dengn istri sering berbincang-bincang seandainya nanti sempat tahu Amerika dan pergi ke sana. Inginnya sih dalam rangka training dan waktunya 3-6 bulanan saja, biar dibayarin oleh perusahaan dan semua bisa ikut! (saya, istri dan anak). Biasanya saya tutup perbincangan seperti itu dengan kalimat: “Berdoa saja kepada allah, kalau memang ke Amerika itu baik buat kita, pasti teh kita ke sana, Insya Allah”. “Amin” disambung istri saya kemudian.
Bulan Januari 2005, muncul tanda-tanda adanya kesempatan untuk bisa ke Amerika Serikat yang saya singkat US saja (United State). Terus terang jantung ini deg-deg-an antara senang dan ngeri. Soalnya sih bisa sederhana saja kata orang tapi buat saya ini masalah serius. Bibir saya ini paling fasih bicara pake bahasa Sunda bahkan orang yang dari suku bangsa yang lain pun sering-sering diajak pake bahasa tersebut. Itu baru deg-degan pertama. Lalu saya ingat bahwa semua bahasa adalah bahasa Allah. Ingat cerita nabi Sulaiman yang bisa bahasa semua binatang padahal kagak pernah kursus! Lalu saya berdoa saja: “ Ya Allah, kalau memang kehendak-Mu, mudahkanlah semuanya, Amin. Lalu semua seakan-akan menjadi lebih mudah dilewatinya.
Akhir bulan Februari 2005 saya diumumkan terpilih untuk penugasan internasional dan akan ditempatkan di Houston Texas. Saya sempat tidak tahu apakah harus senang atau tidak dengan berita ini. Yang terjadi malah saya agak bingung harus bersikap apa. Lalu saya teringat bahwa semua yang terjadi adalah atas izin Allah, maka barulah saya jadi lebih tenang dan bahkan kemudian bersemangat dengan berita penugasan ini dan ini jadi berita gembira!
Saya pun memberitahukan kepada keluarga dan teman-teman mengenai berita ini. Berbagai reaksi muncul. Yang saya ingat sekali adalah reaksi dari orang tua saya. Beliau gembira dengan berita ini namun di sisi lain beliau merasa akan sangat kehilangan. Saya memang salahsatu putranya yang paling dekat terutama bagi ibunda saya. Perasaan saya pun jadi agak goyah. Hanya Allah yang kemudian mengingatkan saya bahwa dimanapun di dunia ini ada pada genggaman-Nya. Allah tidak dibatasi ruang dan waktu, justru Allah-lah pemilik keduanya. Saya jadi tenang dan secara perlahan menyampaikan pemahaman kepada ibunda.
Banyak hal yang terjadi selama mempersiapkan surat-surat, dokumen, dan persiapan lainnya sebelum berangkat. Banyak informasi yang diterima tentang susahnya pergi dan berkunjung ke US. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Hanya satu yang saya pikirkan: kalau Allah izinkan saya ke US, siapa bisa menghalangi!
Kesempatan mempersiapkan bahasa Inggris serta merta datang tak diduga. Calon bos saya di US datang bersama seorang rekannya. Atasan saya bilang bahwa saya harus bisa melayani calon bos ini dengan baik biar bagus kesan beliau katanya melanjutkan.
Bagi saya kesan baik berarti berbicara baik, berbicara baik artinya tahu yang dibicarain dan lancar berbicaranya. Nah ini dia.....ini baru tantangan soalnya saya dikenal sebagai penutur “english in other vesion” alias english logat sunda!
Jemput bos di bandara bukan hal sulit, yang penting jangan telat dan siap dengan wajah ramah. Saya teringat kata guru saya kalau ngobrol dalam bahasa inggris, ngomongnya saling sambung menyambung, coba saja pasti keren dan ternyata semua lancar! Alhamdulillah.

Amerika.... abdi dongkap! Ups! (Amerika .... I'm coming!)
Sunday, April 1, 2007
Nyoba Posting
Blog ini dibikin utk Abahna Tiara. Ini posting pertama sbagai pbuka. Smoga Abah nanti rajin apdet yak heuheuheu...